Pada 25 Agustus 1991, Linus Benedict Torvalds, seorang mahasiswa berusia 21 tahun dari Universitas Helsinki, Finlandia, memposting sebuah pesan sederhana di grup diskusi comp.os.minix
. Ia memperkenalkan proyek sistem operasi buatannya sebagai hobi. Tidak ada yang menyangka bahwa kernel kecil yang ia bangun akan menjadi fondasi dari sistem operasi paling penting di dunia modern: Linux.
Linux kini digunakan secara luas di berbagai sistem—mulai dari ponsel pintar hingga superkomputer, dari server Google hingga sistem navigasi SpaceX. Artikel ini menyusuri sejarah kelahiran Linux, mengungkap latar belakang teknis dan sosialnya, serta menjelaskan bagaimana dan mengapa Linux menjadi sistem operasi yang tak tergantikan.
“Just a hobby, won’t be big and professional like GNU.” – Linus Torvalds, 1991.
Akar Sejarah: Dari Unix hingga Minix
Untuk memahami Linux, kita harus kembali ke tahun 1970-an ketika Bell Labs, bagian dari AT&T, menciptakan Unix — sebuah sistem operasi multi-pengguna dan multitasking yang revolusioner [1]. Unix menawarkan stabilitas dan efisiensi yang tinggi, tetapi bersifat komersial dan tertutup. Hal ini membatasi akses dan eksperimen bagi komunitas akademik dan pengembang independen.
Pada 1987, Andrew S. Tanenbaum, profesor ilmu komputer dari Vrije Universiteit Amsterdam, menciptakan Minix, sebuah versi ringan dari Unix untuk tujuan pendidikan [2]. Minix memungkinkan mahasiswa mempelajari arsitektur OS tanpa lisensi mahal, tetapi Tanenbaum menjaga Minix tetap sederhana dan tidak dimaksudkan untuk digunakan di dunia nyata.

Munculnya Linux
Frustrasi atas keterbatasan Minix mendorong Linus Torvalds untuk mengembangkan sistem operasinya sendiri. Dengan menggunakan PC berbasis Intel 80386, Torvalds mulai membangun kernel dari nol [3]. Tujuannya sederhana: membuat sistem yang fleksibel, stabil, dan dapat dikembangkan sendiri.
Melalui posting di forum Minix pada Agustus 1991, ia mengumumkan proyeknya dan mengundang komunitas untuk mencoba dan memberi masukan. Seiring waktu, kontributor mulai berdatangan. Nama proyek awalnya adalah Freax, tetapi folder di server FTP tempat kode diunggah diberi nama Linux oleh Ariane van der Ven, administrator server, dan nama itu melekat hingga kini [4].
Kekuatan Komunitas dan GNU
Kernel Linux sendiri belum cukup untuk menjadi sistem operasi yang fungsional. Di sinilah proyek GNU karya Richard Stallman berperan. GNU menyediakan alat bantu seperti kompiler GCC, shell Bash, dan pustaka sistem yang dibutuhkan [5]. Kombinasi kernel Linux dan perangkat lunak GNU melahirkan sistem operasi lengkap yang bebas dan terbuka.
Penting juga untuk dicatat bahwa Linus melisensikan Linux di bawah GNU General Public License (GPL), sebuah lisensi copyleft yang menjamin kebebasan pengguna untuk menggunakan, memodifikasi, dan menyebarkan kode sumber [6]. Ini menjadi titik balik dalam sejarah pengembangan perangkat lunak kolaboratif.
Distribusi Linux: Dari Slackware ke Ubuntu
Pada awalnya, memasang Linux adalah proses rumit: pengguna harus mengompilasi kode sendiri dan menyusun sistem dari potongan-potongan. Untuk menyederhanakan ini, muncul konsep distribusi Linux—paket lengkap berisi kernel, perangkat lunak sistem, dan installer. Beberapa distro awal antara lain:
- Slackware (1993): Distro tertua yang masih aktif, terkenal karena kesederhanaan dan stabilitasnya.
- Debian (1993): Fokus pada prinsip-prinsip sumber terbuka dan komunitas.
- Red Hat (1994): Dirancang untuk kebutuhan bisnis dan perusahaan.
Pada 2004, distro Ubuntu lahir dengan misi membuat Linux lebih ramah pengguna dan siap pakai di desktop, membuka jalan bagi lebih banyak pengguna awam untuk mencoba Linux [7].
Melejit ke Mana-Mana: Server, Android, dan Superkomputer
Meskipun Linux belum mendominasi pasar desktop konsumen (Windows dan macOS masih memimpin), Linux telah menguasai dunia backend:
- Server Web: Lebih dari 70% server web global menggunakan Linux [8].
- Superkomputer: Semua dari 500 superkomputer tercepat di dunia menjalankan Linux [9].
- Android: Sistem operasi Android dibangun di atas kernel Linux, menjadikan miliaran perangkat Android secara teknis pengguna Linux.
Linux menjadi pilihan utama karena stabilitas, keamanan, fleksibilitas, efisiensi, serta biaya lisensi nol. Karena kode sumbernya terbuka, perusahaan seperti Google, Tesla, Amazon, bahkan Microsoft, turut berkontribusi ke dalam ekosistem Linux melalui proyek-proyek kolaboratif yang dikoordinasikan oleh Linux Foundation [10].

Kesimpulan
Dari proyek iseng seorang mahasiswa di Finlandia, Linux telah tumbuh menjadi tulang punggung dunia digital modern. Ia menjadi simbol dari kolaborasi global, kekuatan perangkat lunak sumber terbuka, dan demokratisasi teknologi. Sementara dunia sering mengingat nama-nama seperti Steve Jobs dan Bill Gates, mungkin sudah saatnya Linus Torvalds dan komunitas Linux mendapatkan panggung yang lebih besar.
Linux mengajarkan kita bahwa semangat kebebasan, komunitas, dan pembelajaran dapat menciptakan teknologi yang mengubah dunia—tanpa perlu dimulai dari perusahaan raksasa, cukup dari sebuah asrama mahasiswa.
Referensi
- Ritchie, D. M., & Thompson, K. (1974). The UNIX Time-Sharing System. Communications of the ACM, 17(7), 365–375. https://doi.org/10.1145/361011.361061
- Tanenbaum, A. S. (1987). Operating Systems: Design and Implementation. Prentice Hall.
- Torvalds, L. (1991). comp.os.minix post, Aug 25, 1991.
- Moody, G. (2001). Rebel Code: Linux and the Open Source Revolution. Perseus Publishing.
- Stallman, R. M. (1999). Free Software, Free Society: Selected Essays of Richard M. Stallman. GNU Press.
- Free Software Foundation. (2007). GNU General Public License Version 3. https://www.gnu.org/licenses/gpl-3.0.html
- Ubuntu. (2004). Ubuntu Project Announcement. https://ubuntu.com
- W3Techs. (2025). Usage statistics of Linux for websites. https://w3techs.com/technologies/details/os-linux
- TOP500. (2025). TOP500 Supercomputer Sites. https://top500.org
- The Linux Foundation. (2025). About Us. https://linuxfoundation.org